Thursday, December 18, 2014

TITIK – TITIK PERTALIAN ( AANKNOPINGSPUNTEN )

Dalam bab ini kita dapat meninjau hal-hal yang merupakan tanda akan adanya persoalan-persoalan hukum antar golongan dan faktor-faktor yang menentukan hukum yang berlaku. Kemudian kita akan ikuti usaha-usaha yang dikerahkan oleh pembuat undang- undang untuk mengatasi kesulitan-kesulitan antar golongan ini.

A.Titik Pertalian Primer ( TPP)
Dengan istilah titik pertalian atau titik pertautan ini dimaksudkan hal-hal dan keadaan-keadaan yang menyebabkan berlakunya suatu stelsel hukum.
Titik pertalian primer merupakan alat-alat pertama guna pelaksanaan hukum untuk mengetahui apakah suatu perselisihan hukum merupakan soal hukum antar tata hukum. Titik pertalian primer melahirkan atau menciptakan hubungan hukum antar tata hukum. Di bidang hukum antar golongan kita mengenai titik-titik pertalian primer sebagai berikut :
  1. Kewarganegaraan

Kewarganegaraan para pihak dapat merupakan faktor TPP karena mana timbul HPI. Dimana keewarganegaraan daripada pihak dalam suatu peristiwa hukum tertentu menjadi sebab lainnya hubungan-hubungan HPI. Kewarganegaraan pihak-pihak bersangkutan yang merupakan faktor bahwa stalsel-stalsel hukum Negara-negara tertentu di pertautkan.

Prinsip-prinsip umum kewarganegaraan:
Kebebasan suatu negara untuk melakukan siapa warga negaranya dibatasi oleh prinsip umum (general principles) Hukum Internasional mengenai kewarganegaraan.

Cara menentukan kewarganegaraan:
Dua asas utama dalam menentukan kewarganegaraan adalah
1. Asas tempat kelahiran (Ius Soli)
Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahiran, bila seseorang lahirkan di wilayah X, maka ia warganegara daripada negara X tersebut. Asas ini dianut oleh Negara Amerika Serikat.
2. Asas keturunan (Ius Sanguinis)
Kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunannya, bila seseorang yang lahir dari orang tua yang berkewarganegaraan Y, maka orang tersebut warganegara dari Negara Y pula. Asas ini adalah dianut oleh Negara China.

2. Bendera Kapal
Bendera dari suatu kapal dapat diibaratkan sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Bendera kapal menautkan kepada stelsel hukum tertentu, karenanya timbul persoalan-persoalan hukum yang memperlihatkan unsur-unsur asing., maka terciptalah HPI.

3. Tempat Kediaman
Tempat kediaman merupakan pengertian de facto. Tempat ini adalah diaman sehari-hari yang bersangkutan mempunyai kediaman, dimana ada rumah, dimana ia bekerja sehari-hari disitu ada residence dari orang itu. Dan tempat kediaman seseorang secara defacto juga bisa menimbulkan soal-soal HPI.

4. Domisili
Domisili ini merupakan suatu pengertian hukum yang baru lahir kalau sudah terpenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya kediaman yang permanent di suatu tempat.

Konsep domisili di Inggris
Sistem hukum inggris mempunyai keistimewaan tersendiri dengan 3 macam domisili:
  1. Domicile of Origin di peroleh seseorang pada waktu kelahirannya.
  2. Domicile of Choice : System hukum Inggris memerlukan 3 syarat bagi seseorang untuk memiliki “domicile of Choice” yaitu : 1) kemampuan/capacity, 2) tempat kediaman/residence, 3) hasrat atau itikat/intention.
  3. Domicile by Opration of law : Domisili yang dimiliki seseorang berdasarkan ketergantungan pada domisili orang lain. Mereka ini adalah anak-anak yang belum dewasa domisilinya mengikuti ayahnya.

5. Tempat Kedudukan
Persoalan-persoalan HPI timbul karena badan-badan hukum yang bersangkutan dalam suatu peristiwa hukum tertentu berkedudukan diluar negeri. Karena faktor tempat turut berbicara pada ”tempat kedudukan” ini maka titik pertalian ini bersifat terotorial.

Asas-asas untuk menentukan status badan hukum
Yang dapat menjadi masalah dalam kaitan ini adalah system hukum mana yang dapat digunakan untuk menetapkan serta mengatur status dan kewenangan yuridik suatu badan hukum yang mengandung elemen asing.
Dalam teori dan praktek HPI berkembang beberapa asas yang digunakan, yaitu
- Asas Kewarganegaraan/domicile
Status badan hukum ditentukan berdasarkan hukum dari tempat mayoritas pemegang saham berkewarganegaraan.
Asas Centre of Administration
Status yuridik suatu badan hukum harus tunduk pada kaidah-kaidah hukum dari tempat yang merupakan pusat kegiatan administrasi badan hukum tersebut.
- Asas Place of Incorporation
Status yuridik suatu badan hukum hendaknya ditentukan berdasarkan hukum dari tempat badan hukum itu secara resmi didirikan/dibentuk.
- Asas Centre of Exploitation
Status yuridik suatu badan hukum diatur berdasarkan tempat perusahaan itu memusatkan kegiatan oprational atau memproduksi barang.


B. TITIK PERTALIAN SEKUNDER (TPS)
Terdapatnya titik pertalian primer telah terciptalah suatu hubumgan HPI,dimana HPI menurut konsepsi di Indonesia merupakan persoalan tentang ”choice of law”. Dalam malaksanakan tugas ini, titik pertalian sekunderlah yang memberi bantuan kepada si pelaksana hukum. Titik pertalian sekunder ini karena sifatnya sebagai yang menentukan akan hukum yang harus diperlukan, disebut pula dengantitik taut penentu.

Perincian Titik Pertalian Sekunder (TPS)
Khusus untuk kewarganegaraan, bendera kapal, tempat kediaman, domisili, dan tempat kedudukan yang merupakan TPP dan sekaligus TPS tidak dijelaskan lagi. Dilanjutkan ke nomor :

6. Tempat Letak Benda
Berlaku untuk benda tetap dan benda bergerak yang menentukan hukum yang harus dipertautkan. Pada zaman dahulu dengan pengaruh ajaran statute, asas lex rei sitae ini sejalan dengan perkembangan feodalisme dibatasi kepada benda-benda tak bergerak (ststute realia). Untuk barang-barang bergerak berlakulah ketentuan: Mobilia Personam Sequntuur.

7. Tempat dilangsungkan Perbuatan Hukum
Tempat dimana dilangsungkannya suatu perbuatan hukum atau perjanjian (lex loci actus) merupakan faktor yang menentukan hukum yang harus dipergunakan.

Sejarah Hukum Lex Loci Actus/Lex Loci Contractus
Pada zaman pertengahan yaitu para saudagar telah dating dan kumpul di pasar-pasar dagang yang diadakan di Italia. Dan dilangsungkan kontrak-kontrak yang bersifat HPI.

Kritik terhadap asas Lex Loci Contractus
Pada waktu itu kontrak-kontrak berlangsung dibursa-bursa dagang. Untuk mengatasi teori Lex Loci Contractus yaitu dalam hal terjadinya suatu perjanjian, dimana para pihak tidak bertemu secara langsung (contract between absent persons), ada beberapa teori, yaitu:
· Teori Pengiriman/Theory of Expedition
Dalam perjanjian perdata internasional dimana para pihak tidak saling bertemu muka dalam suatu persetujuan bersama (misalnya melalui surat menyurat), maka yang penting adalah saat suatu pihak mengirimkan surat yang berisikan penerimaan atas tawaran yang diajukan oleh pihak lainnya. Jadi hukum yang berlaku bagi perjanjian tersebut adalah hukum dari si penerima tawaran yang mengirimkan penerimaannya.
· Teori Pernyataan/Theory of Declaration
Berdasarkan teori ini maka penerimaan terhadap penawaran dari pihak lain harus dinyatakan (declared). Jadi surat pernyataan menerima tawaran harus sampai kepada pihak yang menawarkan dan penerima penawaran tersebut harus diketahui yang menawarkan.
· Theory The Most Characrteristic Connection
Teori ini melihat bagaimana fungsi dari perjanjian yang bersangkutan tersebut secara fungsional mempunyai hubungan. Jadi harus di perhatikan faktor sosiologis dari perjanjian tersebut.

8. Tempat dilaksanakan Perjanjian
Salah satu faktor yang menentukan akan hukum yang harus berlaku adalah tempat dimana perjanjian dilaksanakan, tempat dimana para pihak harus menunaikan kewajiban-kewajiban kontraktuil mereka.

9. Pilihan Hukum
Pilihan Hukum dapat:
· Dilakukan secara tegas, yaitu dengan menyatakan dalam kata-kata yang tercantum di dalam perjanjian tersebut.
· Dilakukan pilihan secara diam-diam. Pilihan hukum semacam ini bisa disimpulkan dari ketentuan-ketentuan dan fakta-fakta yang ada dalam perjanjian tersebut.

Pembatasan-pembatasan terhadap Pilihan Hukum:
· Tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum.
· Bila pengusahaan telah mengadakan peraturan khusus yang bersifat memaksa tentang apa yang di perjanjikan tersebut.
· Pilihan hukum ini hanya diperbolehkan dalam bidang hukum perjanjian.

10. Tempat Terjadinya Perbuatan Melawan Hukum
Ada tiga kemungkinan mengenai hukum yang di pergunakan untuk menyelesaikan
perkara penyelewengan perdata.
· Hukum dari tempat terjadinya penyelewengan perdata (lex loci delicti commisi).
· Hukum dari tempat dimana perbuatan itu diadili (kex fori).
· Dipakai teori ”The proper law of tort”.


No comments:

Post a Comment