Dalam
bab ini kita dapat meninjau hal-hal yang merupakan tanda akan adanya persoalan-persoalan
hukum antar golongan dan faktor-faktor yang menentukan hukum yang berlaku. Kemudian
kita akan ikuti usaha-usaha yang dikerahkan oleh pembuat undang- undang untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan antar golongan ini.
A.Titik Pertalian
Primer ( TPP)
Dengan
istilah titik pertalian atau titik pertautan ini dimaksudkan hal-hal dan
keadaan-keadaan yang menyebabkan berlakunya suatu stelsel hukum.
Titik
pertalian primer merupakan alat-alat pertama guna pelaksanaan hukum untuk mengetahui
apakah suatu perselisihan hukum merupakan soal hukum antar tata hukum. Titik
pertalian primer melahirkan atau menciptakan hubungan hukum antar tata hukum. Di
bidang hukum antar golongan kita mengenai titik-titik pertalian primer sebagai
berikut :
- Kewarganegaraan
Kewarganegaraan
para pihak dapat merupakan faktor TPP karena mana timbul HPI. Dimana
keewarganegaraan daripada pihak dalam suatu peristiwa hukum tertentu menjadi sebab lainnya
hubungan-hubungan HPI. Kewarganegaraan pihak-pihak bersangkutan yang merupakan
faktor bahwa stalsel-stalsel hukum Negara-negara tertentu di pertautkan.
Prinsip-prinsip umum kewarganegaraan:
Kebebasan suatu
negara untuk melakukan siapa warga negaranya dibatasi oleh prinsip umum (general
principles) Hukum Internasional mengenai kewarganegaraan.
Cara menentukan
kewarganegaraan:
Dua asas utama dalam menentukan
kewarganegaraan adalah
1. Asas tempat
kelahiran (Ius Soli)
Kewarganegaraan
seseorang ditentukan oleh tempat kelahiran, bila seseorang lahirkan di wilayah
X, maka ia warganegara daripada negara X tersebut. Asas ini dianut
oleh Negara Amerika Serikat.
2. Asas
keturunan (Ius Sanguinis)
Kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunannya, bila seseorang yang lahir dari orang tua
yang berkewarganegaraan Y, maka orang tersebut warganegara dari Negara Y pula. Asas ini adalah
dianut oleh Negara China.
2. Bendera
Kapal
Bendera dari
suatu kapal dapat diibaratkan sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Bendera kapal
menautkan kepada stelsel hukum tertentu, karenanya timbul persoalan-persoalan hukum
yang memperlihatkan unsur-unsur asing., maka terciptalah HPI.
3. Tempat
Kediaman
Tempat kediaman
merupakan pengertian de facto. Tempat ini adalah diaman sehari-hari yang
bersangkutan mempunyai kediaman, dimana ada rumah, dimana ia bekerja sehari-hari disitu ada
residence dari orang itu. Dan tempat kediaman seseorang secara defacto juga bisa
menimbulkan soal-soal HPI.
4. Domisili
Domisili ini
merupakan suatu pengertian hukum yang baru lahir kalau sudah terpenuhi syarat-syarat tertentu,
misalnya kediaman yang permanent di suatu tempat.
Konsep domisili di Inggris
Sistem hukum inggris mempunyai
keistimewaan tersendiri dengan 3 macam domisili:
- Domicile of Origin di peroleh seseorang pada waktu kelahirannya.
- Domicile of Choice : System hukum Inggris memerlukan 3 syarat bagi seseorang untuk memiliki “domicile of Choice” yaitu : 1) kemampuan/capacity, 2) tempat kediaman/residence, 3) hasrat atau itikat/intention.
- Domicile by Opration of law : Domisili yang dimiliki seseorang berdasarkan ketergantungan pada domisili orang lain. Mereka ini adalah anak-anak yang belum dewasa domisilinya mengikuti ayahnya.
5. Tempat
Kedudukan
Persoalan-persoalan
HPI timbul karena badan-badan hukum yang bersangkutan dalam suatu peristiwa
hukum tertentu berkedudukan diluar negeri. Karena faktor tempat turut berbicara pada
”tempat kedudukan” ini maka titik pertalian ini bersifat terotorial.
Asas-asas untuk menentukan status badan
hukum
Yang dapat menjadi masalah dalam kaitan
ini adalah system hukum mana yang dapat digunakan untuk menetapkan serta
mengatur status dan kewenangan yuridik suatu badan hukum yang mengandung elemen
asing.
Dalam teori dan praktek HPI berkembang
beberapa asas yang digunakan, yaitu
- Asas
Kewarganegaraan/domicile
Status badan
hukum ditentukan berdasarkan hukum dari tempat mayoritas pemegang saham berkewarganegaraan.
- Asas Centre
of Administration
Status yuridik
suatu badan hukum harus tunduk pada kaidah-kaidah hukum dari tempat yang
merupakan pusat kegiatan administrasi badan hukum tersebut.
- Asas Place of
Incorporation
Status yuridik
suatu badan hukum hendaknya ditentukan berdasarkan hukum dari tempat badan
hukum itu secara resmi didirikan/dibentuk.
- Asas Centre
of Exploitation
Status yuridik
suatu badan hukum diatur berdasarkan tempat perusahaan itu memusatkan kegiatan
oprational atau memproduksi barang.
B. TITIK
PERTALIAN SEKUNDER (TPS)
Terdapatnya titik pertalian primer
telah terciptalah suatu hubumgan HPI,dimana HPI menurut konsepsi di Indonesia
merupakan persoalan tentang ”choice of law”. Dalam malaksanakan tugas
ini, titik pertalian sekunderlah yang memberi bantuan kepada si pelaksana
hukum. Titik pertalian sekunder ini karena sifatnya sebagai yang menentukan
akan hukum yang harus diperlukan, disebut pula dengantitik taut penentu.
Perincian Titik Pertalian Sekunder
(TPS)
Khusus untuk kewarganegaraan, bendera
kapal, tempat kediaman, domisili, dan tempat kedudukan yang merupakan TPP dan
sekaligus TPS tidak dijelaskan lagi. Dilanjutkan ke nomor :
6. Tempat Letak
Benda
Berlaku untuk
benda tetap dan benda bergerak yang menentukan hukum yang harus dipertautkan.
Pada zaman dahulu dengan pengaruh ajaran statute, asas lex rei sitae ini
sejalan dengan perkembangan feodalisme dibatasi kepada benda-benda tak bergerak
(ststute realia). Untuk barang-barang bergerak berlakulah ketentuan: Mobilia
Personam Sequntuur.
7. Tempat
dilangsungkan Perbuatan Hukum
Tempat dimana
dilangsungkannya suatu perbuatan hukum atau perjanjian (lex loci actus)
merupakan faktor yang menentukan hukum yang harus dipergunakan.
Sejarah Hukum
Lex Loci Actus/Lex Loci Contractus
Pada zaman
pertengahan yaitu para saudagar telah dating dan kumpul di pasar-pasar dagang
yang diadakan di Italia. Dan dilangsungkan kontrak-kontrak yang bersifat HPI.
Kritik
terhadap asas Lex Loci Contractus
Pada waktu itu
kontrak-kontrak berlangsung dibursa-bursa dagang. Untuk mengatasi teori Lex
Loci Contractus yaitu dalam hal terjadinya suatu perjanjian, dimana para
pihak tidak bertemu secara langsung (contract between absent persons), ada
beberapa teori, yaitu:
· Teori
Pengiriman/Theory of Expedition
Dalam
perjanjian perdata internasional dimana para pihak tidak saling bertemu muka
dalam suatu persetujuan bersama (misalnya melalui surat menyurat), maka yang
penting adalah saat suatu pihak mengirimkan surat yang berisikan penerimaan
atas tawaran yang diajukan oleh pihak lainnya. Jadi hukum yang berlaku bagi perjanjian
tersebut adalah hukum dari si penerima tawaran yang mengirimkan penerimaannya.
· Teori
Pernyataan/Theory of Declaration
Berdasarkan
teori ini maka penerimaan terhadap penawaran dari pihak lain harus dinyatakan
(declared). Jadi surat pernyataan menerima tawaran harus sampai kepada pihak
yang menawarkan dan penerima penawaran tersebut harus diketahui yang
menawarkan.
· Theory The
Most Characrteristic Connection
Teori ini
melihat bagaimana fungsi dari perjanjian yang bersangkutan tersebut secara
fungsional mempunyai hubungan. Jadi harus di perhatikan faktor sosiologis dari
perjanjian tersebut.
8. Tempat dilaksanakan Perjanjian
Salah satu faktor yang menentukan akan
hukum yang harus berlaku adalah tempat dimana perjanjian dilaksanakan, tempat
dimana para pihak harus menunaikan kewajiban-kewajiban kontraktuil mereka.
9. Pilihan Hukum
Pilihan Hukum dapat:
· Dilakukan
secara tegas, yaitu dengan menyatakan dalam kata-kata yang tercantum di dalam
perjanjian tersebut.
· Dilakukan
pilihan secara diam-diam. Pilihan hukum semacam ini bisa disimpulkan dari
ketentuan-ketentuan dan fakta-fakta yang ada dalam perjanjian tersebut.
Pembatasan-pembatasan
terhadap Pilihan Hukum:
· Tidak boleh
bertentangan dengan ketertiban umum.
· Bila
pengusahaan telah mengadakan peraturan khusus yang bersifat memaksa tentang apa
yang di perjanjikan tersebut.
· Pilihan hukum
ini hanya diperbolehkan dalam bidang hukum perjanjian.
10. Tempat Terjadinya Perbuatan Melawan
Hukum
Ada tiga
kemungkinan mengenai hukum yang di pergunakan untuk menyelesaikan
perkara
penyelewengan perdata.
· Hukum dari
tempat terjadinya penyelewengan perdata (lex loci delicti commisi).
· Hukum dari
tempat dimana perbuatan itu diadili (kex fori).
· Dipakai teori ”The proper law
of tort”.
No comments:
Post a Comment