Thursday, December 18, 2014

KELOMPOK :

DIANA NURLITAWATI                             01012133
MOH. HILMAN HAZAZI T                       01011222
SULUH JAGAD                                           01011329
AMETIA RAHMA BADIAMURNI          01011032
SEPTIAN SURYO NUGROHO                 01011316

AGUS ISBANDI PUTRA                           01011432

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL


Hukum perdata internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga (warga) negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik-tititk pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan kuasa tempat, pribadi dan soal-soal. Jadi disini yang ditekankan adalah perbedaan dalam lingkungan kuasa, tempat dan soal-soal serta pembedaan dalam sistem satu negara dengan lain negara, artinya ada unsur luar negrinya.

Masih perlu dijelaskan kenapa kita selalu menulis “warga (warga) negara”, jawabannya ialah oleh karena pada umumnya peristiwa-peristiwa ini terjadi antara lebih dari satu orang, jadi lebih dari seorabg warga negara. Tetapi mungkin juga terjadi bahwa hanya seorang warga negara yang bersangkutan dengan peristiwa ini, misalnya pada berbagai masalah-masalah yang dinamakan perubahan status, peleburan atau perlaihan agama dimana orang-orang merubah status hukumnya.


Persoalan-persoalan dibidang hukum perdata internasional merupakan persoalan-persoalan perdata sehari-hari biasa, tetapi khasnya ialah bahwa ada unsur luar negrinya yang turut ambil bagian. Misalnya pada perkawinan campuran internasional antara seorang pria indonesia dan seorang perempuan german. Hukum mana yang berlaku untuk perkawinan ini, hukum dari pria indonesia, jadi hukum indonesiakah atau hukum dari sang perempuan, hukum german. Bagaimanakah tentang harta mereka, harta bersama adakah atau terpisah? Hukum mana yang menentukan hal ini, bagaimana mengenai status anak-anak, hukum mana yang berlaku? Bagaimana mengenai warisan dan sebagainya?.  Jadi persoalan perdata sehari-hari jika melintasi batas-batas negara sendiri mengandung unsur luar negri yang dinamakan “foreign element”, suatu unsur asing, unsur luar negri, menjelma menjadi hubungan hukum perdata internasional. Dalam hukum perdata internasional kita bukan berada di internasional publik, kita menghadapi hukum perdata sehari-hari yaitu antara warga (warga) negara. Sedangkan hukum perdata internasional publik, hukum antar negara, hukum antar bangsa-bangsa (the law of nations) khusus mengenai masalah-masalah hubungan negara dengan negara. 

Hukum perdata internasional mengatur kaitan mengenai hubungan sehari-hari biasa, jual-beli, menikah, pinjam meminjam, mengadakan transaksi dagang, mengadakan joint venture, mengadakan management contract, mengadakan technical assistance agreement, yang waktu sekarang ini banyak diadakan antara warganegara indonesia dengan orang asing. Dengan diundangnya modal asing masuk kembali disini yang beberapa tahun sebelumnya ini telah ditolak keluar, sekarang diundang masuk lagi dalam rangka pembangunan, kita melihat tambah banyak perkaitan antara hukim negara kita sendiri dengan hukum-hukum dari luar negri, karena lebih banyak pedagang-pedagang kitaterjun dalam usaha dengan orang-orang asing, sebagai partner dalam usaha bersama dengan warga luar negri atau sebagai pihak dalam kontrak dengan luar negeri. Hal ini berarti bertambah banykanya, bertambah pentingnya ilmu hukum perdata internasional. Karena dalam tiap perjanjian dengan luar negeri ini selalu kita harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan hukum mana yang sekarang berlaku? Hukum Indonesia dari pihak pengusaha Indonesia, atau hukum luar negeri dari pihak pengusaha asing? Ini adalah tugas utama dari hukum perdata internasional. Tiap-tiap negara mengatur sendiri bagaimana diselesaikan kalau hukum nasional-nya bertemu dengan hukum luar negeri, hukum mana yang harus dipergunakan? Hakim harus mempergunakan hukum mana? Para pihak harus mengetahui hukum mana yang berlaku itu adalah termasuk hukum perdata internasional. Hukum manakah yang harus kita pilih diantara tata-tata hukum masing-masing itulah hukum perdata internasional (HPI).

Pentingnya Hukum Perdata Internasional untuk Indonesia

Dalam pidato inaugurasi pada tahun 1958 yang berjudul Hukum Antargolongan, hukum yang hidup, telah dikemukakan sebagai kata-kata penutup bahwa Hukum Perdata Internasional (HPI) dalam alam nasional sekarang ini akan menjadi tambah penting sedangkan kepentingan hukum antargolongan (HAG) akan berkurang. Sebagai sebab-sebab daripada gejala ini telah dikemukakan bahwa menurut kenyataannya pada waktu sekarang ini tidak populer perbedaan-perbedaan dalam golongan-golongan rakyat antara sesama warganegara. Kini tidak lagi dikedepankan perbedaan dalam golongan-golongan rakyat ini. Sekarang ini sebaliknya ditentukan kepada perbedaan antara warganegara dan orang asing. Dari sebanyak peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah diwaktu akhir-akhir ini nampak dengan tegas kecondongan tersebut. Memang status kewarganegaraan Republik Indonesia perlu diberikan isi. Pada waktu terakhir kita saksikan lagi adanya pembedaan yang nyata antara warganegara dan orang asing ini dalam Undang-undang Pokok Agraria no. 5 Tahun 1960, mulai berlaku pada tanggal 24-9-1960. Kepada warganegara diberikan hak-hak penh atas tanah, sedangkan orang asing hanya disediakan hak-hak tertentu yang terbatas.

Orang-orang yang berstatus asing disini bertambah banyak. Karena penggeseran keadaan ini, maka banyak hal-hal yang dahulu termasuk Hukum Antargolongan (HAG) kin termasuk Hukum Perdata Internasional (HPI). Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat kini lebih-lebih dari dahulu tertarik dalam hubungan-hubungan internasional. Titik-titik pertemuan dengan stelsel-stelsel hukum perdata asing semakin bertambah daripada masa penjajahan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa cikal bakal perkembangan Hukum Perdata Internasional adalah:
1.      Penghapusan pembedaan penduduk dalam golongan menjadi pembedaan berdasarkan warganegara

2.      Hubungan luar negeri/ekstern meningkat:
· Masuknya modal asing
· Perjanjian bersifat internasional: Joint Venture, Franchise, Leasing, Technical Assistance
· Transaksi perdagangan internasional

3.      Perkawinan campuran

Hukum Perdata Internasional

Meskipun istilah hukum perdata internasional umum digunakan, akan tetapi ada beberapa kecaman mengenai istilah hukum perdata internasional tersebut, yaitu:

1.      Hukum Perdata Internasional bukan hukum internasional, tetapi hukum nasional. Istilah “internasional” pada hukum perdata internasional nukan berarti bersumber pada hukum internasional, sumbernya tidak internasional. Tidak ada hukum perdata internasional umum yang berlaku untuk semua negara. Yang hanya dikenal ialah hukum perdata internasional dari masing-masing negara nasional, misalnya hukum perdata internasional Indonesia, hukum perdata internasional Inggris, hukum perdata internasional Jerman, hukum perdata internasional Swiss, hukum perdata internasional Italia, hukum perdata internasional Denmark, hkum perdata internasional U.S.A, hukum perdata internasional Belanda. Tiap-tiap negara merdeka mempunyai hukum perdata internasionalnya sendiri. Yang internasional bukan hukumnya melainkan materinya yang mengatur hubungan-hubungan internasional.

2.      Perkataan internasional pada hukum perdata internasional, jadinya bukan antarnegara seperti dalam istilah hukum internasional (hukum antarnegara). Lazimnya istilah ini diartikan sebagai law of nations.

3.      Seolah-olah ada inkonsekwensi dalam istilah kata “perdata” dan kata “internasional”. Dengan istilah hukum perdata umumnya orang teringat pada hubungan-hubungan antara orang perorangan, sedangkan dengan ditambahkannya kata-kata internasional yang mengingatkan pada hubungan antarnegara, jadi ada pertentangan dalam hal tersebut. Akan tetapi kita harus mengelakkan kesuilitan ini dengan mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan istilah ini bukan hubungan antara negara-negara. Isi dari hukum perdata internasional ialah aturan-aturan tentang “burgerlijke zaken” sama seperti hukim perdata intern, hanya dengan corak spesifik dengan adanya unsur asing. Oleh karena itu maka hukum perdata internasional adalah hukum perdata yang mengatur hubungan-hubungan perdata yang mengenai hal-hal internasional.

·         Conflict of Laws (Hukum Perselisihan)
Istilah lain yang sering digunakan pula ialah conflict of laws atau yang dalam bahasa indonesia diterjemahkan sebagai hukum perselisihan, namun istilah ini ternyata juga mendapat beberapa kecaman, yaitu:
1.      Istilah ini memberikan kesan seolah-olah hukum perdata internasional terdapat perselisihan, bentrokan, pertikaian, pertentangan antara berbagai stelsel hukum perdata. Hal itu tidak benar karena tugas utama daripada hukum perdata internasional ialah untuk menghindarkan terjadinya bentrokan-bentrokan, pertentangan-pertentangan atau perselisihan-perselisihan. Gambaran seolah-olah terjadi suatu bentrokan (konflik) antara stelsel-stelsel hukum bersangkutan adalah tidak benar. Orang hanya dapat berbicara tentang suatu konflik jika memang sudah pasti bahwa dua atau lebih stelsel hukum harus dipergunakan. Tetapi tidak dapat kita berbicara tentang konflik, apabila diantara stelsel-stelsel hukum yang dipertautkan memang hanya dipergunakan satu stelsel. Kalau demikian yang terjadi bukan suatu bentrokan, konflik, pertentangan, melainkan suatu pemilihan hukum (choice of law).
2.      Sebagai kelanjutan daripada pandangan bahwa pada hukum perdata internasional ini kita mengahadapi adanay bentrokan atau pertikaian diantara berbagai stelsel hukum, dikemukakan pula bahwa hukum perdata internasional ini sesungguhnya kita menyaksikan adanya konflik-konflik daripada kedaulatan. Akan tetapi benarkah pandangan bahwa dalam persoalan hukum perdata internasional ini kita menghadapi suatu bentrokan daripada kedaulatan-kedaulatan negara? Sama sekali tidak. Sama sekali tidak ada bentrokan antara stelsel-stelsel hukum bersangkutan. Oleh karena itu tidak tepatlah pandangan bahwa yang terjadi ialah suatu bentrokan diantara stelsel-stelsel hukum bersangkutan, dan jika tidak terjadi suatu bentrokan, maka sama sekali tidak beralasan untuk membawa-bawa soal kedaulatan dalam pandangan ini. Tidak ada bentrokan dari stelsel-stelsel hukum bersangkutan, tidak ada bentrokan daripada kedaulatan-kedaulatan negara bersangkutan. Lebih-lebih lagi, kita tidak perlu membawa-bawa soal kedaulatan dalam bidang hukum perdata internasional ini. Hukum perdata internasional adalah hukum perdata untuk peristiwa-peristiwa internasional, hukum perdata internasional mengatur hubungan-hubungan hukum antar sesama individu. Istilah internasional pada hukum perdata internasional seperti telah dikatakan diatas, bukan mengingatkan pada hubungan-hubungan antarnegara. Oleh karena itu tidaklah pada tempatnya untuk membawa-bawa soal kedaulatan dalam pembicaraan hukum perdata internasional ini.

·         Hukum Antar Tata Hukum (HATAH)
Istilah baru hukum antar tata hukum ini dimaksudkan untuk menggantikan istilah hukum perselisihan. Istilah ini merupakan kumpulan istilah yang dapat mencakup didalamnya baik hukum antar tata hukum intern maupun hukum antar tata hukum ekstern. Hukum antar tata hukum ekstern adalah bagian dari hukum antar tata hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subyek-subyek hukum yang berbeda hukum karena adanya unsur asing.  Istilah tersebut dianggap istilah yang paling tepat dan sempurna.

Sifat Hukum Perdata Internasional
Disini sudah mulai pertengkaran antara para ahli. Apakah yang ditulis ini, “Hukum Perdata Internasional Indonesia” adalah tepat atai tidak. Apakah ini benar atau logis? Pada waktu pertama kali di terbitkan jilid pertama buku ini di tahun 1960 banyak yang mempertanyakan “apakah tidak khilaf memakai istilah Hukum Perdata Internasional Indonesia?” apakah ini bukan suatu “contradictio interminis?” (pertentangan di dalam istilah itu sendiri) sangan tidak dimungkinkan Hukum Perdata Internasional sekaligus ditambahkan istilah Indonesia yang berarti Nasional, sedangkan kata Internasional tersebut bukankah berarti adalah dari semua negara-negara. Akan tetapi, ternyata istilah Hukum Perdata Internasional Indonesia sengaja dipilih untuk memperlihatkan bahwa para ahli telah memilih sikap tertentu untuk menghadapi masalah yaitu apakah Hukum Perdata Internasional itu sifatnya “internasional” atau “nasional”.
Sejak dahulu kala terdapat dua aliran besar dalam Hukum Perdata Internasional, yang pertama adalah aliran yang dinamakan “internasionalitis” dan yang kedua adalah aliran “nasionalistis”. Aliran “internasionalistis” menganggap bahwa kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional itu sebenernya bersifat “supranasional”. Sumber-sumber hukumnya supranasional berarti ada satu sistem Hukum Perdata Internasional untuk semua negara-negara di dunia. Semua negara-negara di dunia harus tunduk dibawah satu sistem macam hukum HPI itu sendiri. Seperti juga dianggap secara idealistis bahwa Hukum Internasional Publik hanya merupakan satu macam hukum yang sebenarnya berada diatas semua negara-negara dan semua negara-negara di dunia ini harus tunduk. Tetapi untuk Hukum Perdata Internasional apa yang kita saksikan kenyataannya sekarang ini justru sebaliknya, justru banyak negara-negara mempunyai sistem Hukum Perdata Internasional-nya sendiri. Pengertian “internasional” pada istilah Hukum Perdata Internasional disini bukan diartikan sebagai “internationes” bukan berarti sumber hukum HPI adalah Internasional, sebaliknya sumber hukum HPI adalah “nasional”. Hukum Perdata Internasional merupakan bagian dari hukum nasional. Oleh karena itu, tiap-tiap negara yamg merdeka dan berdaulat mempunyai sistem Hukum Perdata Internasionalnya sendiri.
Maka adalah tepat pemakaian istilah “Hukum Peradata Internasional Indonesia” karena Hukum Perdata Internasional Indonesia adalah sistem Hukum Nasional Indonesia dan tidak bersifat supranasional. Tidak mempunyai sumbernya secara supranasional tetapi bersumber pada hukum nasional indonesia sendiri.  Dengan perkataan lain, bahwa tiap-tiap negara mempunyai Hukum Perdata Internasionalnya sendiri, selain terdapat sistem Hukum Perdata internasional Indonesia juga terdapat sistem Hukum Perdata Internasional Belanda, sistem Hukum Perdata Internasional German dan lain sebagainya. Berarti istilah “internasional” ini tidak menunjuk pada sumber hukumnya, tetapi istilah internasional ini hanya menunjuk pada fakta-faktanya dan materinya itulah yang bersifat internasional, itulah yang memperlihatkan adanya hubungan-hubungan internasional. Karena apa? Karena ada unsur dari luar, karena ada unsur luar negerinya, unsur-unsur asing inilah yang menjadikan hubungan-hubungan tersebut menjadi internasional. Hukum Perdata Internasional adalah hukum perdata untuk hubungan internasional. Jadi kesimpulan kita ialah bahwa perkataan internasional pada Hukum perdata Internasional jangan diartikan bahwa Hukum Perdata Internasional sumbernya adalah Internasional (supranasional). Tetapi sebaliknya dari pada itu Hukum Perdata Internasional adalah Hukum Nasional.

Pembagian Hukum Perdata Internasional substantif atau materiel meliputi:
Ø  Hukum pribadi/law of property
a.       Status personel/personel status
b.      Kewarganegaraan/nationality
c.       Domisili/domicilie
d.      Pribadi hukum/corporations
Ø  Hukum harta kekayaan/law of property
a.       Harta kekayaan materiel:
o   Benda-benda tetap/immovables property
o   Benda-benda lepas/movables property
b.      Harta kekayaan immateriel
c.       Perikatan/obligations:
o   Perjanjian/contracts
o   Penyelewengan perdata, perbuatan melanggar hukum/torts
Ø  Hukum keluarga/family law
a.       Perkawinan/marriage
b.      Hubungan orang tua dan anak
c.       Pengangkatan anak/adoption
d.      Perceraian/divorce
e.       Harta perkawinan/marital property
Ø  Hukim waris/succesions
Sedangkan hukum perdata internasional ajektif/formel meliputi:
a.       Kwalifikasi/qualification, classification
b.      Persoalan preliminer, persoalan pendahuluan/subsequent, ncident questions
c.       Penyelundupan hukum/fraudulent creation of point of contact
d.      Pengakuan hak yang telah diperoleh, pelanjutan keadaan hukum/vested rights, acquired rights
e.       Ketertiban umum/public policy
f.       Asas timbal balik/reciprocity
g.      Penyesuaian/adjustment, adaptation
h.      Pemakaian hukumasing
i.        Renvoi
j.        Pelaksanaan keputusan hakim asing

Materi/ isi/ konsepsi hukum perdata internasional
1.      Yang tersempit
Sistem hukum perdata internasional yang paling terbatas dikenal dalam negara Jerman dan Belanda. Menurut sistem ini, maka hukum perdata internasional hanya terbatas pada persoalan-persoalan “conflict of laws” saja.

2.      Yang lebih luas
Sistem hukum perdata internasional yang agak lebih luas adalah sistem yang dikenal di Inggris, Amerika Serikat, negara-negara anglo saxon. Menurut sistem ini, maka hukum perdata internasional tidak hanya terbatas kepasa persoalan-persoalan “choice of law”. Disamping bagian ini masih terdapat bagian kedua daripada hukum perdata internasional, yakni persoalan-persoalan tentang “conflicts of jurisdiction”. Persoalan-persoalan tentang kompetensi hakim dalam peristiwa-peristiwa hukum perdata internasional ini menurut sistem Inggris termasuk pula pada bidang hukum perdata internasional. Bagisan jurisdiction ini oleh para sarjana hukim perdata internasional Inggris dipandang sebagai bagian yang penting daripada hukum perdata internasional.

3.      Yang lebih luas lagi
Sistem yang lebih luas lagi ialah sistem hukum perdata internasional yang dikenal dalam negara-negara latin seperti Italia, Spanyol, Amerika Serikat. Dalam sistem hukum perdata internasional negara-negara ini maka hukum perdata internasionalterdiri dari tiga bagian, yakni disamping “choice of law” dan “conflicts of jurisdiction”, ditambah dengan “condition of strangers” yaitu status orang asing dimasukkan pula dalam sistem hukum perdata internasional.

4.      Yang terluas

Sistem yang terluas kita kenal dalam ilmu hukum perdata internasional Prancis. Dinegara ini maka umumnya dipandang termasuk pula dalam bidang hukum perdata internasional mengenai persoalan-persoalan tentang “kewarganegaraan (nationality)”. Jadi disamping “choice of law”, “conflicts of jurisdiction” dan “condition of strangers”, di Perancis dikenal lagi nagian keempat daripada hukum perdata internasional, yakni soal-soal tentang cara memperoleh dan kehilangan “kewarganegaraan (nationality)”. Dengan demikian HPI yang terluas ini yang paling banyak dianut karena dianggap yang paling lengkap diantara konsepsi hukum perdata internasional lainnya.

Status Personel

Menentukan status personel
Status personel adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan/diakui oleh negara untuk mengamankan dan melindungi masyarakat dan lembaga-lembaganya.

Status personel ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan bersikap tindak dibidang hukum, yang unsur-unsurnya tidak dapat diubah atas kemauan pemiliknya.
Isi dan jangkauan status personel ada beberapa pendapat yaitu:
·     
    Konsepsi luas mengartikan status personel meliputi:
1.    Permulaan/lahir dan terhentinya/mati kepribadian
2.    Kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum
3.    Perlindungan kepentingan pribadi
4.    Soal-soal yang berhubungan dengan hukum keluarga dan pewarisan
· 
Konsepsi yang agak sempit, seperti yang dianut di Perancis, tidak menganggap sebagai status personel.
1.      Hukum harta benda perkawinan
2.      Pewarisan
3.      Ketidakmampuan bertindak dibidang hukim dan hal khusus
·    Konsepsi yang lebih sempit, sama sekali tidak memasukkan hukum keluarga dan pewarisan dalam jangkauan status personel

Cara menentukan Status personel:
·         Asas Personalitas/kewarganegaraan (lex patriac)
Aliran personalitas: untuk status personel suatu pribadi berlaku hukum nasionalnya, dilihat dari kewarganegaraannya.
·         
     Asas Territorialitas/Domisilli (lex domicilli)
Aliran teritorialitas: status personel suatu pribadi tunduk pada hukum dinegara mana ia berdomisili.


Untuk menentukan status personel dalam bidang hukum perdata internasional yang berlaku di indonesia, sebagaimana yang berlaku di negara-negara Eropa Kontinental (civic law) dianut aliran personalitas atau kewarganegaraan. Sedangkan dinegara-negara Anglo Saxon (common law) diikuti aliran teritorialitas.

Kewarganegaraan

Bila negara diumpamakan sebagai suatu organisasi, yaitu organisasi kekuasaan maka warganegara adalah anggota daripada organisasi tersebut. Pembatasan mengenai siapa yang merupakan warganegara dari suatu negara ditetapkan sendiri oleh negara yang bersangkutan. Hal ini adalah hak mutlak suatu negara yang berdaulat.

Pembatasan terhadap kebebasan dalam menentukan kewarganegaraan:
·         Orang-orang yang tidak mempunyai hubungan apa-apapun dengan suatu negara tidak boleh dimasukkan sebagai warganegara, negara yang bersangkutan. Suatu negara tidak boleh menentukan siapa-siapa yang merupakan warganegara suatu negara lainnya.

Cara menentukan kewarganegaraan
Dua asas utama dalam menentukan kewarganegaraan adalah:
·         Asas tempat kelahiran (ius soli)
Berdasarkan asas ius soli, kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahiran. Misalnya bila seseorang dilahirkan di wilayah negara X, maka ia merupakan warganegara daripada negara X tersebut.
·         Asas keturunan (ius sanguinis)
Asas ius sanguinis menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunannya. Misalnya seseorang yang lahir dari orang tua yang berkewarganegaraan Y, maka orang tersebut merupakan kewarganegaraan Y pula.

Keadaan dalam cara menentukan kewarganegaraan antara berbagai negara berakibat bahwa dalam keadaan tertentu seseorang dapat mempunyai lebih dari satu kewarganegaraan dengan kedududkan bipatride atau multi patride. Tapi bisa juga terjadi seseorang tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali dan disebut apatride.

Undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia
Kebijaksanaan Republik Indonesia mengenai kewarganegaraan berdasarkan undang-undang no. 12 tahun 2000 mengatur mengenai:

Pasal 2
Yang menjadi warga negara Indonesia adalah oranng-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkman dengan undang-undang sebagai warganegara.

Pasal 3
Kewarganegaraan Republik Indonesia hanya dapat diperoleh berdasarkan persyaratan dalan undang-undang ini.

Pasal 4
Persyaratan menjadi warga negara Indonesia adalah:
  1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
  2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia;
  3.  Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
  4.  Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
  5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan pada anak terserbut;
  6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
  7. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
  8. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
  9.  Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegraan ayah dan ibunya;
  10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
  11. Anak yang lahir diwilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegraan ata tidak diketahui keberadaannya;
  12. Anak yang dilahirkan diluar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
  13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.


Pasal 6
  1. Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
  2. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak asasi manusia dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan didalam peraturan perundang-undangan.
  3. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.


Tentang cara memperoleh kewarganegaraan
Pasal 19
  1. Warga Negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan Pejabat  Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak asasi manusia.
  2. Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
  3. Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi warga negara indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi manusia.



Tentang cara kehilangan kewarganegaraan
Pasal 26
  1. Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum asal negara suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
  2. Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.
  3. Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenaik keinginannya kepada Pejabat  Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak asasi manusia atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
  4. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.

Perkawinan Campuran

Berdasarkan undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa:
Pasal 56
1. Perkawinan di Indonesia antara dua orang warga negara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan undang-undang ini.
2.     Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus di daftarkan di Kantor Pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka.
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-undnag ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan indonesia.

Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.


Pasal 59
1.    Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun hukum perdata.
2. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilangsungkan menurut undang-undnag perkawinan ini.

Pasal 60

1.      Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh pihak masing-masing telah dipenuhi.